Selasa, 22 Januari 2019

Ayah

Bismillaah... 
 Awal ramadhan tahun ini saya mendapati berita yang membuat saya sedih. Bermula dari beberapa misscall yang masuk ke ponsel saya dari kakak saya di pamulang. "Ada apa ini miscal banyak banget?" (perasaan saya jadi tak karuan, khawatir ada sesuatu hal yang terjadi). Ya, benar saja. Beberap pesan wa dari kakak saya masuk dan mengabarkan bahwa ayah saya masuk ugd. Deg! ada apa? ayah kenapa? sakit apa? begitulah kira-kira yang ada di benak saya. Ayah saya yang kerja merantau di Sulawesi sana kembali ke Jakarta dengan kabar yang kurang mengenakkan. "Iya rhan, ayah di ugd RS Sa** As**, ayah gak papa, cuma kayaknya kena angin duduk lagi nih". Begitu kata ayah saat saya telepon. Ternyata, sebelum kembali ke Jakarta, ayah juga sempat di bawa ke ugd di salah satu rumah sakit di Kendari. Keluhannya sama, seperti kena angin duduk, tidak bisa BAB, tidak bisa buang angin, tidak bisa sendawa, dan sesak nafas. Ini bukan kali pertama saya mendapat kabar ayah kena angin duduk. Ayah bercerita bahwa ayah pernah beberapa kali terserang angin duduk, dan alhamdulillah sembuh keesokan hari ini. Tapi, berbeda dengan kali ini. Sudah beberapa hari perut ayah kembung dan sesak nafas. Hasil ronsen di Rs menunjukkan banyak gelembung-gelembung kecil di perut ayah. Namun dokter ugd tidak bisa memastikan apa gelembung tersebut dan tidak bisa memberikan diagnosis. Tidak ada dokter spesialis hari itu, karena saat itu weekend. Akhirnya ayah diizinkan pulang dengan bekal obat pencahar. Hasilnya? qodarullah, semalaman ayah tidak bisa tidur karena sesak. Obat pencahar juga belum berhasil membuat ayah BAB. Di urut pun sudah, tapi hasilnya masih sama saja. Jam 00.30 pagi kakak saya membangunkan, dia bilang ayah sepertinya harus di bawa ke RS lagi karena khawatir dengan kondisi ayah. Sayangnya, saya tidak bisa ikut menemani ayah karena harus menjaga tiga anak bocah yang masih terlelap pulas. Ayah, kakak Dan suami saya berangkat pagi buta ke RS sar* as**. Ternyata dokter ugd tidak bisa mengambil tindakan apapun sehingga ayah di rujuk ke RS Fatmawa**. Hasilnya sama, dokter ugd juga tidak bisa mendiagnosis penyakit ayah Dan tidak bisa melakukan tindakan apapun. Ayah di rujuk lagi ke RS swasta di daerah BSD. Di sana, ayah langsung masuk ugd Dan dokter jaga segera menghubungi dokter specialis. Tak lama dokter specialis pun datang dan mengambil tindakan untuk mengoperasi ayah. Apa pasal langsung dioperasi? Hasil ronsen ayah menunjukkan banyak gelembung di dalam perut, namun dokter harus memastikan Ada apa di dalam perut ayah sehingga membutuhkan tindakan operasi. saya menunggu dengan rasa cemas Dan galau. Sedih melihat kondisi ayah yang tidak lagi muda harus mengalami rasa sakit seperti itu. Sampai akhirnya pagi pun datang, Dan saya mendapati kabar dari kakak saya bahwa Ada tumor di dalam usus besar ayah. Denger kata tumor, saya Makin gak karuan. Kenapa bisa Ada tumor? tumor ganas atau tidak? tapi, kalau melihat dari pola hidup ayah, penyakit ini mungkin saja bisa terjadi. merokok, tidak olahraga, makan sembarangan, kurang istirahat sepertinya memang tidak diragukan bahwa penyakit ini bisa muncul. *** kini, sudah satu bulan sejak ayah operasi pengangkatan tumor. Bagaimana kelanjutannya? *tarik napas panjang dulu Awal ramadhan adalah jadwal ayah cek up setelah operasi. Ayah ditemani kakak saya berangkat ke RS. Menjelang berbuka puasa, Ada wasap dari kakak yang mengabarkan bahwa qodarullah, tumor yang kemarin diangkat ialah tumor ganas ��. Pilihannya ialah harus kemo! yang tadinya laper nunggu bedug magrib, tiba-tiba saya jadi. ngerasa kenyang, perasaan sedih gak karuan. Mendengar kata kemo apa lagi, membuat saya Makin sedih. trus, gimana hasil labnya? Ini adalah kabar gembira ditengah gempuran kabar sedihnya. Hasil cea ayah 2,2 (batas normal cea adalah 5). itu tandanya kondisi ayah normal Dan belum Ada penyebaran sel kanker di organ tubuh ayah. Alhamdulillah Tapi tetap saja harus kemo untuk mencegah penyebaran sel kanker. Alhamdulillah ayah juga merasa sedikit lega. Mulai sejak itu, saya rajin googling tentang kanker usus Dan kemoterapi. juga bertanya pada teman-teman yang paham tentang kemo Dan kanker. Banyak information yang saya dapati Dan masih Ada kesempatan untuk ayah sembuh insyaAllah. Diusianya yang memasuki 60 tahun, tentu ini bukanlah Hal yang mudah untuk dihadapi. Tapi, Ada hikmah besar yang Allah berikan dalam setiap peristiwa, bukan. Salah satunya ialah, ayah berhenti merokok! setelah berpuluh-puluh tahun lamanya. Alhamdulillah, bulan ramadhan ini ayah jg ikut berpuasa. semoga ayah terus semangat Dan kuat ya. Laa tahzan, innaLLaha ma'ana...

Senin, 21 Januari 2019

Hamnah

Ini cerita tentang Hamnah...
Adzan magrib sudah bergema, waktu mwnunjukkan pukul 18.00. Hari itu tanggal 01 oktober 2018. Saya sudah berbaring di kasur, sembari menikmati sensasi mulas yang luar biasa. Baru saja dua menit lalu air ketuban pecah. Byaar, seperti balon yang meletus lalu mengeluarkan air. Basah.
“tahan dulu um, tahan dulu. ayo jalan ke kasur. jangan lahiran di sini.” seru bidan setengah panik karena melihat gelagat saya yang sudah mau ngeden :D
Tertatih, saya dibopong oleh bidan Via menuju kasur. Dan inilah saatnya. Saat-saat yang saya nantikan sejak 40 minggu lalu.



Hamnah lahir diusia kehamilan saya yang sudah lewat 40 minggu. Sejak usia 38 minggu saya sudah harap-harap cemas, galau, rungsing karena kepikiran kenapa saya belum mulas juga. Pengalaman lahiran ketiga abangnya, rata-rata maju dari due date nya. Umar lahir diusia 39 minggu, Isa lahir di 38 minggu, hanya Ali saya yang lahir tepat diusia 40 minggu pas dengan due date nya.
Kehamilan keempat ini banyak dramanya. Banyak emosinya yang sebenernya gak perlu ada, dan akhirnya berdampak sama anak-anak yang lainnya. Saya jadi lebih sering banget marah. Bukan cuma itu aja, bahkan berat bdan saya pun gak naik selama empat bulan. Berhenti diangka 57kg selama 4 bulan. Sampai bidannya tanya, “kenapa sih, emangnya masih mual, gak nafsu makan?”. Saya cuma nyengir aja.
Hamnah diperkirakan lahir tanggal 28 september 2018. Namun, ternyata saya belum mulas juga. Tanda-tanda kontraksi aja gak ada sama sekali. Flek aja gak keluar. Bingung gak? Saya cerita ke ibu-ibu tentang kehamilan yang kali ini, mereka bilang supaya saya gak stres dan gak usah kepikiran. Bahkan lucunya, temen saya ngomong gini, “udah tenang aja. kalo anak cewek tuh lama tau keluarnya soalnya dia mau dandan dulu (emoticon ngakak).”
Biar gak tambah drama, besokannya saya konsul ke dokter Prita di JIH. Alhamdulillah banet, saya senang kalo ketemu dokter Prita, beliau tuh nenangin, ngasih support, detail jelasin semua gerakan janin. sampai beliau jelasin kalau kondisi bayi masih dalam keadaan normal, baik air ketuban maupun detak jantungnya.
“Saya bisa lahiran normal kan dok?”
“yaa kita usahakan untuk normal.”
“trus kira-kira kapan saya bisa lahiran (pertanyaan yang aneh, mungkin dalam hati dokter prita dia pengen nyaut meneketehe)?”
“mungkin nanti malem bisa mules.” jawaban spontan yang beliau keluarkan tapi bikin hati saya gembira ria, yeeaay ntar malem mules!
Malam harinya ternyata saya gak mules juga, ampe besok harinya dan besokannya lagi. Tetep aja gak mules. Sampai akhirnya pada 30 oktober flek itu datang juga. diikuti dengan kontraksi yang gak teratur.
Besokannya, 01 oktober pukul 17.00, kontraksi sudah mulai teratur, mules udah mulai sakit, dan udah ada scene nangis-nangisan. Nah, ini dia yang saya tunggu.
Semua sudah siap, saya siap dan hamnah juga siap untuk keluar. Katanya, bayi itu jenius lho. Dia bisa nangkep sinyal-sinyal dari ibunya. Dia tau kapan harus keluar. dan yang harus saya lakukan ialah percaya sama hamnah. mungkin dia nunggu saat ibunya sudah siap dalam semuanya. Dan saat bayi lahir, ibunya dalam kondisi bahagia dan no drama.
Selamat datang ya Hamnah
Semoga Allah menjadikan kamu anak solihah
Semoga kamu bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang sekitar kamu ya
:)
semangat ya untuk semuanya. yang lagi banyak drama atau yang lagi adem ayem, nikmatin aja ya semuanya hahaha. ambil hikmahnya aja, kali aja biar bisa jadi manusia yang lebih sabar. semoga drama yang lagi kita hadapi saat ini bisa menjadikan diri kita manusia yang lebih baik, ya kan.
..........
Hamnah binti Fajar Muhammad
01.10.2018, 18.07
3,3kg - 47cm

Syukur

Beberapa hari lalu saya kedatengan tamu di rumah, malem-malem. sebut aja ya namanya Ibu Fulanah ini seorang perempuan, seorang ibu. Dia juga seorang istri, ehm tapi sekarang gak tau lagi tentang kejelasan status pernikahannya. Dia punya anak, anaknya tinggal sama bapaknya.
Ibu Fulanah ini punya seorang ibu, yang baru dua tahun lalu ditemukan. Lha, emang sebelumnya ke mana ibunya itu? wallahu'alam, saya juga gak tau. Ibu Fulanah ini bercerita panjang lebar tentang kehidupannya, hidupnya yang susah. Di tengah-tengah ceritanya, dia terisak, "apa saya harus tinggal di kolong jembatan aja, um? ke mana lagi saya harus berteduh bersama emak saya yang sakit?"
Saya cuma diam, bingung, respon apa yang harus saya berikan. Bukan saya bermaksud gak berempati, cuma, sepanjang dia bercerita saya ngomong dalam hati, "kok bisa-bisanya ya saya gak bersyukur banget? kehidupan apa lagi yang loe pengen? tuh liat di depan mata loe ada seorang ibu yang nangis-nangis karena gak tau lagi ke mana dia harus berteduh!"
Berasa ditampar bolak-balik ya!
_______________________________________________________________________________
Ibu fulananh ini punya seorang ibu, qodarullah kondisinya gak baik. Ibunya menderita sakit mental. Skizofrenia, waham, halusinasi, atau apalah itu. Iya, sakit kayak gitu, Ibu fulanah ini seorang diri mengurus ibunya. Dia bingung hendak ke mana. Mau bawa ibunya ke panti rehabilitasi, tapi apa daya surat-surat kelengkapan tidak mencukupi. Kartu keluarga pun tak ada, KTP hanya punya fotokopian, dan sayangnya di panti rehabilitasi hanya menerima pasien warga DKI saja sedangkan ibu fulanah ini warga daerah Bogor.
Uang? jangan tanya masalah uang lah. Kalau dia kaya raya kan gak mungkin juga dia malem-malem wara-wiri ke sana ke mari buat cari bantuan. Bantuan apapun. Walau hanya sekedar pelukan hangat yang menguatkan.
Dia bercerita, pernah satu kali ia hanya punya uang sepuluh ribu rupiah saja untuk makan selama tiga hari. Uang sepuluh ribu itu diberikan hanya untuk makan ibunya saja, dia sudah tak peduli lagi dengan perutnya. Yang penying buat emak, begitu katanya.
Bantuan yang paling ia butuhkan saat ini ialah untuk memasukkan ibunya ke panti rehabilitasi atau rumah sakit. Selain ibunya bisa mendapat perawatan medis, juga agar ibu fulanah bisa mencari kerja untuk hidupnya sehari-hari.
______________________________________________________________________________
Gak lama dia bercerita mengeluarkan isi hatinya. Sedih.
Iya, saya juga sedih. Sedih melihat diri saya yang seringkali gak bisa bersyukur, merasa pengen ini itu, gak qona'ah, dan gak pernah merasa cukup.
Saya, harusnya lebih banyak-banyak bersyukur bukan, Saya masih punya kedua orangtua yang alhamdulillah sampai saat ini masih sehat, masih bisa saya lihat wajahnya, masih bisa saya kirimi whatsapp, masih bisa saya dengar suaranya.
Saya, harusnya lebih pandai bersyukur kan. Punya atap untuk berteduh, punya lauk untuk dimakan, punya kendaraan untuk dipakai.

Lalu, kenapa masih sulit untuk bersyukur?

 gambar : http://ep.upy.ac.id


Hamnah, antara Nursing Strike dan Gagal Tumbuh

Tiga bulan lalu, Hamnah tiba-tiba saja menolak untuk nenen. setiap kali saya tawarkan untuk nenen, dia selalu menjerit dan menangis. saya ...