Senin, 05 Desember 2011

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakan yang kau dustakan?

Usianya sekitar 25 tahunan. Ia seorang gadis yang terlihat tua di usianya yang masih tergolong muda. Ia terlihat lemah dan tak bergairah di saat gadis-gadis lain seusianya sedang berproduktif tinggi, bekerja, kuliah, atau mungkin menikah. Tapi tidak dengan dia. Gadis ini tidak seperti kebanyakan gadis biasanya. Ia tidak memiliki cacat tubuh. Sekilas, orang awam yang melihatnya mungkin menganggap gadis ini pemalas karena tidak mau bekerja. Aah..itu hanya pandangan mereka-mereka saja yang tidak paham, karena gangguan jiwa telah merubah hidupnya 360 derajat.
            Beberapa tahun yang lalu, ia adalah gadis yang bersemangat. Berasal dari keluarga yang pas-pasan dan tinggal di sebuah kampung kecil. Orangtuanya sudah lanjut usia tetapi masih bekerja walau hanya serabutan. Yaa..untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Walau berasal dari keluarga yang tergolong tidak mampu, tetapi tak memutuskan semangatnya untuk tetap bersekolah. Ia berhasil lulus dari sebuah SMK di kampungnya, dan ia pun tidak merasa cukup dengan title lulusan SMK saja. Lalu dengan berbekal semangat yang tinggi, ia melanjutkan pendidikannya di kursus komputer dan berhasil lulus dengan title D1.
            Seorang gadis kampung yang memiliki semangat tinggi untuk menjadi pintar. Sebenarnya apa yang membuat ia begitu “haus” akan pendidikan ditengah-tengah kondisi ekonomi keluarga yang tergolong kurang ? Pertanyaan itu dijawab dengan sederhana olehnya, “ingin punya kerjaan yang bagus, punya uang yang banyak, terus bisa ngebahagian orang tua….”
            Begitu sederhana, tujuannya hanya satu, ingin melihat orangtua nya bahagia dan terlepas dari belenggu kemiskinan yang menekan mereka selama ini. Namun, pada kenyatannya ternyata benar ungkapan yang mengatakan bahwa “ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri!”. Bahkan bukan hanya di ibukota saja yang kejam. Di daerah kampungnya pun begitu. Jaman sekarang siapa yang membutuhkan tenaga lulusan D1 ? Sedangkan ratusan bahkan jutaan sarjana menganggur ?
            Kenyataan pahit itu harus ditelan mentah-mentah. Gadis ini memiliki semangat dan keterampilan komputer, tetapi siapa yang membutuhkannya? Puluhan perusahaan dan kantor-kantor ia datangi untuk mencari apakah ada perusahaan yang masih membutuhkan lulusan D1. Selama satu tahun gadis ini terus berusaha menggantungkan harapan untuk bekerja di kantoran, sehingga mampu meningkatkan derajat keluarganya. Namun, mungkin menurutnya kesabaran manusia sudah sampai pada batas terakhir. Ia putus asa. Ia lelah terus menunggu dan menggantungkan harapan sedangkan harapan itu tak kunjung melirik pada kehidupannya. Ia menganggur. Keterampilan komputernya tidak ia gunakan. Ia tidak memiliki peralatan komputer canggih di rumahnya untuk mencari lowongan kerja melalui jasa internet.
            Akhirnya ia menyerah pada nasib. Ia menerima tawaran menjadi buruh pabrik di kota Batam. Yaa..buruh pabrik. Gadis lulusan kursus komputer yang memiliki keterampilan harus mengalah pada kenyataan dunia dan menerima jalan hidupnya bekerja pada sebuah pabrik di Kota Batam. Kota Batam begitu jauh dari kampung halamannya, Jawa. Tapi apa daya, ia butuh bekerja dan menghasilkan uang. Ia masih menyimpan rapih cita-cita mulianya untuk membahagiakan orangtua nya. Dengan berat hati, ia berjalan menuju Batam, menjadi buruh pabrik. Pekerjaan yang tidak pernah terbersit dipikirannya sama sekali semenjak ia lulus dari kursus komputer. Gedung perkantoran dengan ruangan ber-AC, berpakaian rapih, satu set perlengkapan komputer, dan gaji yang bagus kini hanya sebatas masa lalunya. Saat ini yang ia hadapi ialah gedung besar yang pengap dengan peralatan mesin besar yang berasap, dan tidak ada gaji yang besar.
            Di Batam ia tidak bertahan lama, hanya satu tahun. Cita-cita mulia yang masih disimpannya menjadi “hantu” baginya. Ia terus dihantui dengan harapan ingin membahagiakan orangtua, sedang jiwanya yang rapuh tidak kuat lagi menahan sesak. Ia mulai menghayal dan berimajinasi setinggi langit bahwa ia memiliki kehidupan yang baik. Ia berhayal menjadi orang kaya yang tinggal di sebuah apartemen di daerah Poris, Tangerang. Ia berkhayal memiliki teman-teman seperti Pangeran William dan Henry dari Inggris. Ia berkhayal menikah dengan pemain sepakbola keturunan Italia. Khayalan itu berubah menjadi “penyakit” tak tersembuhkan. Sedikit demi sedikit ia menunjukkan gejala-gejala aneh dan berbicara sendiri, sampai akhirnya ia dikembalikan ke kampung halamannya.
            Sekembalinya dikampung, ia tidak lagi memiliki pekerjaan. Hanya dirumah berteman dengan khayalannya yang sudah sampai Kerajaan Inggris tersebut. Keluarga dan para tetangga prihatin melihat keadaan gadis yang dulu mereka anggap bisa menjadi tulang punggung keluarga itu. Beberapa tetangga yang merasa kasihan pun membantu gadis ini dengan menawarkannya pekerjaan. Tentunya bukan pekerjaan yang berat, apalagi pekerjaan yang baik seperti di kantoran. Tetapi pekerjaan yang ditawarkan kepadanya ialah berkeliling jualan goreng-gorengan. Gadis ini pun menerima tawaran tersebut, mungkin saja dengan berjualan gorengan, cita-cita kecilnya dulu masih bisa terwujud. Tapi, lambat laun gangguan kejiwaannya menjadi teman setia hidupnya.
            Kini, setelah bertahun-tahun berlalu sejak ia lulus kursus komputer D1, gadis ini harus dirawat di panti untuk jangka waktu yang tidak bisa di tentukan. Di sini, ia tak bosan-bosan bercerita mengenai teman-teman khayalannya di negeri Inggris tersebut, dan suaminya yang tinggal di apartemen di daerah Poris, Tangerang. Setiap hari ia mengeluhkan ingin pulang kembali ke Poris bertemu dengan suami khayalannya.
            Siapa yang mampu mengira kehidupan gadis ini akan berubah. Harapan yang mulia dan tidak berjalan mulus dengan kenyataan membuat ia memilih berteman dengan khayalan dan imajinasi dan berujung pada rahabilitasi di panti. Apakah cita-cita mulia untuk membahagiakan orangtua nya kini masih tersimpan di hatinya ?
Wallahu’alam bishowab….

Alhamdulillah..nikmat sehat masih Kau limpahkan..Ya Robb


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hamnah, antara Nursing Strike dan Gagal Tumbuh

Tiga bulan lalu, Hamnah tiba-tiba saja menolak untuk nenen. setiap kali saya tawarkan untuk nenen, dia selalu menjerit dan menangis. saya ...